Beranda » Komik Lokal Indonesia: PACE – The Guilty

Komik Lokal Indonesia: PACE – The Guilty

Gambar kover depan dan belakang PACE

Judul Komik                    :         PACE – The Guilty

Komikus                            :         Rimanti Nurdarina (ide cerita & gambar), Andy “Belzark” Tantowi (asisten), Deathdy (asisten)

Penerbit Lokal                :         MnC (Koloni)

Tahun Edar Awal           :         2010

Tahun Akhir Edar          :         2010

Status                                  :         oneshot—ada kemungkinan dibuat sekuelnya

No Kode                             :         MNC34506100516

PACE – The Guilty adalah salah satu judul komik lokal yang bernaung di bawah bendera Koloni atau Komik Lokal Indonesia oleh Penerbit MnC. Pengarangnya bernama Rimanti Nurdarina, yang menjadi pencetus ide cerita dan pengonsep gambar utama, dibantu oleh dua asistennya, Belzark dan Deathdy. Komik ini bertema dewasa, bukan karena isi ceritanya yang ‘aneh-aneh’, melainkan karena setting yang diambilnya, yang merupakan setting dunia kerja profesional. Tumben-tumbenan ada komik lokal yang ‘mau’ menelaah cerita drama dengan tema dan setting lokal tapi tetap riil dan menggigit. Salut untuk Mbak Rimanti, dkk.

Ditya Adi Chiptapraja, usia 25 tahun, merupakan karyawan Divisi Distribusi dan Marketing perusahaan elektronik dan multimedia U Inc. yang ambisius dan workaholik. Dia memiliki motivasi untuk bersaing yang sangat kuat, terutama dalam tekadnya menggeser kedudukan si karyawan nomor satu di perusahaan itu, Ario Adikara, dan menjadi supervisor menggantikan Heri Darmawan, atasannya, yang diangkat menjadi manajer.

Jalan hidupnya mulai berubah semenjak kedatangan karyawan baru bernama Irvin Darmawan dari divisi Bandung ke divisi kerja mereka yang terletak di kantor pusat di Jakarta. Irvin, yang juga ditemani oleh asistennya, Rinda Desika, merupakan karyawan yang sama-sama ambisius dan berprestasi baik. Namun selain itu, ia ternyata menyimpan cerita masa lalu dengan Meilia Bunga, istri Ditya yang juga merupakan asisten pribadi Ditya di perusahaan.

Diawali oleh perkelahian mereka di tempat parkir atas dasar tindakan Irvin yang kerap mengganggu dan menggoda Mei, Ditya pun mengalami kehidupan yang berat setelah ia dituduh memanipulasi laporan keuangan divisi marketing yang ditanganinya dan menggelapkan uang perusahaan sebesar 200 juta rupiah. Ia pun dipecat dari perusahaan tersebut. Secara alamiah, kecurigaan Ditya jatuh pada Irvin. Masalahnya bertambah lengkap dan berat setelah Rinda tiba-tiba datang ke rumahnya dan memaksanya bermesraan, yang akhirnya dipergoki oleh Mei. Mei yang marah besar, mengusir suaminya dari rumah mereka.

Kehujanan dan terlunta-lunta di jalanan, Ditya pun akhirnya menerima tawaran bekas rivalnya, Ario, yang menawarinya untuk tinggal di rumahnya bersama istri Ario yang juga asisten pribadinya di perusahaan, Kana Yulisita. Bersama-sama Rinda, yang karena suatu alasan kuat juga tinggal di rumah pasangan itu, Ditya berusaha membongkar kedok kebusukan Irvin dan memenangkan hati Mei kembali.

Setting dunia kerja yang diambil Rimanti terasa sangat riil dalam cerita ini, meski (menurut perkiraan saya) Rimanti sendiri masih duduk di bangku SMU dan belum bekerja kantoran secara formal. Risetnya mengenai tema dewasa yang dipaparkan dalam kisah ini cukup mendalam dan detail. Ceritanya bagus dan menggigit, berkesan dan menyntuh ketika dibaca. Saya sangat tersentuh ketika membaca endingnya. Goresan gambar dan pemanelannya bagus, apik dan rapi. Toningnya rapi dan pas, tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan. Secara keseluruhan, komik ini memang layak dibaca dan dikoleksi.

Satu kelemahan mendasar yang saya sadari adalah dramatisasi cerita yang berlebihan dan kurang masuk akal, terutama dalam panel adegan dimana Irvin diceritakan memiliki dan membawa-bawa senjata api berupa pistol kaliber besar, yaitu Desert Eagle. Ia membawa dan menggunakan senjata itu dalam lingkungan kantor, dimana apabila dalam kehidupan nyata di lingkungan elit perkantoran Indonesia, karyawan diharuskan melalui pengecekan barang bawaan oleh sekuriti sebelum memasuki gedung kantor, siapa pun orangnya tanpa terkecuali. Lalu, sikap heroik Ditya ketika merebut pistol Irvin dan membuang pelurunya dalam sekejap juga terkesan berlebihan dan kurang masuk akal. Selazimnya (kecuali Ditya pernah melalui pelatihan militer secara intensif sebelumnya), orang awam seperti Ditya bahkan tidak tahu menahu cara memegang pistol dengan benar, terlebih lagi membuang peluru dan magazinnya dalam waktu singkat tanpa kesulitan berarti. Itu semua merupakan kelemahan dari segi cerita. Sedangkan dari segi gambar dan artistik, saya tidak merasakan adanya hal yang perlu dikritik, mengingat gaya gambar dan jenis goresan merupakan ciri khas dan unik dari tiap-tiap komikus yang (kurang lebih) tidak bisa diganggu gugat.

Yah, terlepas dari kekurangan-kekurangan di atas, komik lokal PACE ini merupakan salah satu karya anak bangsa yang layak dikoleksi dan tentunya disejajarkan mutunya dengan karya komik asing. Kita harus berbangga pada Rimanti dan para komikus lokal lainnya, yang mampu menelurkan karya-karya bagus dan berkualitas semacam ini di tengah gencarnya komik-komik impor. Penerbit MnC juga patut diacungi jempol atas kesediaannya mewadahi para komikus lokal dan karya-karya mereka, dan memasarkannya tanpa kalah bersaing dari komik asing. Top dua jempol untuk para komikus lokal kita, komunitas Koloni, dan MnC.

Semoga komik Indonesia terus berjaya!

Salam, Dea.

Tinggalkan komentar